Pendahuluan
Kembung, terminology yang digunakan untuk menyatakan udara berlebihan di kavum peritoneum, bisa di dalam usus atau di luar usus. Untuk membedakan apakah udara di dalam atau di luar usus, perlu dilakukan foto polos abdomen, dengan posisi 1). Telentang; untuk mencari distribusi udara dan herringbone, 2). LLD dan atau setengah duduk (450); untuk mencari free air dan air fluid level. Pada anak atau pasien yang tidak bisa duduk, cukup dua posisi saja, yaitu posisi telentang dan LLD. Foto polos abdomen ini dikerjakan pada kasus akut abdomen, seperti kasus obstruksi, paralitik, peritonitis dan perforasi. Jika pada foto polos hanya ditemukan distensi usus tanpa ada air fluid level atau herringbone kemungkinan besar ini merupakan kasus paralitik dan jika ditemukan distensi usus disertai air fluid level atau herringbone kemungkinan kasus obstruksi. Tapi jika pada foto polos tampak usus menebal > ½ cm, ini kasus peritonitis apalagi dipertegas dengan klinisnya ada nyeri tekan, nyeri lepas, defans muscular dan distensi usus. Pada kasus yang sudah perforasi akan tampak free air pada foto LLD atau foto setengah duduk akan tampak free air di antara diafragma dan hepar. Perforasi yang paling sering adalah perforasi gaster.

Hirschsprung

Secara garis besar, penyebab perut kebung ada dua, yaitu ileus paralitik dan obstruksi. Ileus paralitik atau ileus adinamik bisa disebabkan oleh infeksi, gangguan elektrolit dan obat-obatan. Sedangkan obstruksi yang merupakan  hambatan perjalanan isi saluran cerna dari oral ke anal, disebabkan oleh gangguan mekanik dan gangguan fungsional. Gangguan mekanik terdiri dari atresia usus, stenosis ataupun ileus meconium. Sedangkan gangguan fungsional bisa disebabkan oleh penyakit hirschsprung, gangguan motilitas usus pada bayi premature, obstipasi psikosis, dll.

Pada kepustakaan ini yang akan kita bahas adalah kembung akibat penyakit hirschsprung. Ini penting, mengingat angka kejadiannya 1:5000 kelahiran hidup dengan perbandingan laki-laki:wanita 3-4:1 (Endom EE, Wesson DE. 2009 ). Dan diagnosis dini dapat mencegah angka kematian akibat penyakit ini.

Definisi

Hirschsprung merupakan kelainan congenital berupa aganglionosis usus, mulai dari sfingter anal internal ke proksimal dengan panjang segmen tertentu. Jika hanya mengenai rectum sampai sigmoid, dinamakan hirschsprung klasik atau morbus hirschsprung segmen pendek (75%). Jika meluas ke segmen yang lebih tinggi lagi disebut hirschprung segmen panjang (10%) (Wesson DE, 2009). Jika mengenai seluruh kolon disebut aganglionik total atau jika mengenai usus halus disebut aganglionik universal. Kelainan yang terjadi pada penyakit hirschsprung adalah tidak adanya gelombang paristaltik dan gagalnya relaksasi sfinter ani internal ketika terjadi dilatasi usus di proksimal.

Manifestasi klinis penyakit ini berupa gangguan fungsional pasase gastrointestinal yang mengakibatkan staknan dari isi usus. Dan yang paling ditakuti dari penyakit ini adalah komplikasi yang timbul akibat obstruksi dan bisa menyebabkan kematian.

Patogenesis

Naural crest bermigrasi dari cranial ke caudal. Proses migrasi ini berlangsung dalam 12 minggu, tetapi migrasi dari colon transversum ke anus butuh waktu 4 minggu. Jika terjadi gangguan pada migrasi ini, maka bagian distal dari usus tidak akan mendapat persarafan ini (parasimpatik), akibatnya saraf simpatik aktif sehingga tonus otot meningkat terjadi obstruksi. Disamping itu ada juga teori yang mengatakan migrasi sel neural crest dipandu oleh glikoprotein dan jika glikoprotein ini terganggu migrasi sel neural juga terganggu. Teori ini dikenal dengan teori hostile environment dan immunology. (Kartono D. 2004).

Diagnosis

Sekitar 95% anak yang lahir dengan penyakit hirschsprung, memiliki riwayat mekonium yang terlambat (>24 jam), disertai distensi usus, muntah dan tanda-tanda obstruksi lainnya. (Endom EE, 2009).

Diagnosis hirschsprung ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat mekonim yang terlambat > 24 jam setelah lahir, diikuti oleh distensi abdomen dan muntah. Sedangkan dari pemeriksaan fisik pada inspeksi tampak perut membesar “perut kodok”. Jika dilakukan rectal toucher BAB menyemprot. Sedangkan pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah foto polos abdomen, barium enema, biopsy dan manometri anorektal.

Pada foto polos abdomen akan dijumpai distensi usus, air fluid level dan herringbone. Pada barium enema didapatkan tanda klasik, yaitu terdapat segmen sempit, daerah transisi (berupa abrupt, cone atau funnel. dan segmen dilatasi (Kartono D, 2004). Pada biopsy tidak didapatkan sel ganglion usus, dan pada manometri anorektal tampak kegagalan relaksasi dari sfinter ani internal pada saat rectum distensi.

Goal standar pada hirschsprung adalah biopsy  (Wesson DE. 2009).

Komplikasi

Komplikasi pada pasien hirschsprung ada dua, yaitu komplikasi prabedah dan komplikasi pascabedah. Komplikasi prabedah terdiri dari enterokolitis, sepsis hingga perforasi. Sedangkan komplikasi pascabedah meningkat menjadi 10%, yang terdiri dari infeksi pada luka operasi (6,5%), kebocoran anastomosis (5,6%), obstruksi (10,9%) dan akhir-akhir ini diamati obstipasi rectal (7,6%)  dan ganggua sfinter anal bisa berupa inkontinensia, soiling dan obstipasi berulang.  Namun kompliksi yang paling ditakuti adalah enterokolitis atau Hirschsprung-associated enterocolitis (HAEC).  Kematian yang disebabkan oleh hirspchsprung dengan HAEC sekitar 3-33%. (Endom EE, 2009)

Perforasi terjadi berawal dari adanya usus yang mengalami distensi pada hirschsprung yang mengakibatkan gangguan sirkulasi pada dinding usus, mulanya aliran vena yang terganggu akibatnya terjadi perpindahan cairan dari vena ke jaringan, terjadilah edema. Edema menyebabkan aliran arteri terganggu sehingga usus mengalami iskemik dan akhirnya nekrotik. Akibat dari ini terjadi gangguan absorpsi dan gangguan barier. Kuman-kuman yang ada di lumen usus mengadakan multiplikasi dan translokasi menembus mukosa, submukosa dan otot usus. Jika kuman menyebar ke dalam aliran darah terjadi viremia jika meluas terjadi sepsis, jika kuman menyebar ke cavum peritoneum akan terjadi peritonitis.

Tatalaksana

Prisip tatalaksana hirschsprung adalah mengatasi obstruksi, mencegah terjadinya enterokolitis, membuang segmen aganglionik dan mengembalikan kontinuitas usus.

Obstruksi dihilangkan dengan dekompresi, yaitu pasang NGT, Rectal tube + bilasan kolon dengan NaCl 0,9 hangat dan colostomy pada daerah ganglionik. Kolostomi dikerjakan pada neonates, anak atau pasien dewasa yang lambat terdiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dengan keadaan umum yang jelek (Kartono D. 2004).

Untuk tatalaksana definitive dilakukan operasi untuk membuang segmen aganglionik. Ada beberapa teknik operasi defiitif pada pasien hirschprsprung, yaitu prosedur Swenson, prosedur Duhamel, prosedur Soave dan prosedur Rehbein.

Referensi

1)      Endom EE. Emergency complications of Hirschsprung disease. May, 2009.

2)      Kartono D. Penyakit Hirschsprung. Sagung Seto, Jakarta. 2004.

3)      Wesson DE. Congenital aganglionic megacolon (Hirschsprung disease). May, 2009.